Dalamsejarah perkembangan pesantren, disebutkan pula bahwa mulanya pondok pesantren masih berbentuk surau, dan yang pertamakali membuka pendidikan formal adalah Tawalib di Padang Panjang pada tahun 1921, sedangkan di Jawa adalah pesantren Tebu Ireng Jombang pada tahun 1919 menyusul pondok modern Darussalam Gontor pada tahun 1926 (Zuhairini, 2002).
Pondhok pesantrèn Tebu Ireng From Wikipedia, the free encyclopedia Pesantren Tebu Ireng ya iku salah siji pondok pesantrèn kang gedhé ing Jombang, Jawa Wétan.[1] Pesantrèn iki diadegké déning Kyai Hasyim Asy'ari nalika taun 1899.[1] Kejaba wulangan bab agama Islam, ngèlmu saréngat, lan basa Arab, wulangan umum uga kalebu ing struktur kurikulum pengajarané.[1] Pesantrèn Tebu Ireng wis akèh mènèhi konstribusi dan sumbangan karo masarakat, kang mligi ing bab pendidikan Islam ing Indonésia.[1] Quick facts Pondok Pesantren Tebuireng, Diadegaké, Jenis,... ▼ Pondok Pesantren TebuirengBarkas KH. Solahuddin Wahid Gus SolahLokasi Jombang, Jawa WétanSitus
Merekamengaji tahlil menjelang persiapan pemakaman pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng, KH.Salahuddin Wahid. "Aktivitas santri di Pondok Pesantren Tebu Ireng kini diliburkan untuk sementara," ujar Mundir Pembinaan Pesantren Ponpes Tebuireng, Jombang, Lukman Hakim, Senin (3/2/).. Untuk sementara, aktivitas kawasan makam juga dibatasi untuk persiapan pemakaman almarhum Gus Sholah yang akan
Tebuireng adalah nama sebuah pedukuhan yang termasuk wilayah administratif Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, berada pada kilometer 8 dari kota Jombang ke arah selatan. Nama pedukuhan seluas 25,311 hektar ini kemudian dijadikan nama pesantren yang didirikan oleh Kiai penuturan masyarakat sekitar, nama Tebuireng berasal dari kata ”kebo ireng” kerbau hitam. Konon, ada seorang penduduk yang memiliki kerbau berkulit kuning. Suatu hari, kerbau tersebut menghilang dan setelah dicari kian kemari, kerbau itu ditemukan dalam keadaan hampir mati karena terperosok di rawa-rawa yang banyak dihuni lintah. Sekujur tubuhnya penuh lintah, sehingga kulit kerbau yang semula berwarna kuning kini berubah menjadi hitam. Peristiwa ini menyebabkan pemilik kerbau berteriak ”kebo ireng …! kebo ireng …!” Sejak sat itu, dusun tempat ditemukannya kerbau itu dikenal dengan nama Kebo Ireng.[1] Pada perkembangan selanjutnya, ketika penduduk dusun tersebut mulai ramai, nama Kebo Ireng berubah menjadi Tebuireng. Tidak diketahui dengan pasti kapan perubahan itu terjadi dan apakah hal itu ada kaitannya dengan munculnya pabrik gula di selatan dusun tersebut, yang banyak mendorong masyarakat untuk menanam tebu? Karena ada kemungkinan, karena tebu yang ditanam berwarna hitam maka dusun tersebut berubah nama menjadi Tebuireng. Berdirinya Pesantren Tebuireng Pada penghujung abad ke-19, di sekitar Tebuireng bermunculan pabrik-pabrik milik orang asing terutama pabrik gula. Bila dilihat dari aspek ekonomi, keberadaan pabrik-pabrik tersebut memang menguntungkan karena akan membuka banyak lapangan kerja. Akan tetapi secara psikologis justru merugikan, karena masyarakat belum siap menghadapi industrialisasi. Mereka belum terbiasa menerima upah sebagai buruh pabrik. Upah yang mereka terima biasanya digunakan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif-hedonis. Budaya judi dan minum minuman keras pun menjadi tradisi. Ketergantungan rakyat terhadap pabrik kemudian berlanjut pada penjualan tanah-tanah rakyat yang memungkinkan hilangnya hak milik atas tanah. Diperparah lagi oleh gaya hidup masyarakat yang amat jauh dari nilai-nilai agama. Kondisi ini menyebabkan keprihatinan mendalam pada diri Kiai Hasyim. Beliau kemudian membeli sebidang tanah milik seorang dalang terkenal di dusun Tebuireng. Lalu pada tanggal 26 Rabiul Awal 1317 H bertepatan dengan tanggal 3 Agustus 1899 M., Kiai Hasyim mendirikan sebuah bangunan kecil yang terbuat dari anyaman bambu Jawa tratak, berukuran 6 X 8 meter.[2] Bangunan sederhana itu disekat menjadi dua bagian. Bagian belakang dijadikan tempat tinggal Kiai Hasyim bersama istrinya, Nyai Khodijah, dan bagian depan dijadikan tempat salat mushalla. Saat itu santrinya berjumlah 8 orang,[3] dan tiga bulan kemudian meningkat menjadi 28 orang. Kehadiran Kiai Hasyim di Tebuireng tidak langsung diterima dengan baik oleh masyarakat. Gangguan, fitnah, hingga ancaman datang bertubi-tubi. Tidak hanya Kiai Hasyim yang diganggu, para santripun sering diteror. Teror itu dilakukan oleh kelompok-kelompok yang tidak menyukai kehadiran pesantren di Tebuireng. Bentuknya beraneka ragam. Ada yang berupa pelemparan batu, kayu, atau penusukan senjata tajam ke dinding tratak. Para santri seringkali harus tidur bergerombol di tengah-tengah ruangan, karena takut tertusuk benda tajam. Gangguan juga dilakukan di luar pondok, dengan mengancam para santri agar meninggalkan pengaruh Kiai Hasyim. Gangguan-gangguan tersebut berlangsung selama dua setengah tahun, sehingga para santri disiagakan untuk berjaga secara bergiliran. Ketika gangguan semakin membahayakan dan menghalangi sejumlah aktifitas santri, Kiai Hasyim lalu mengutus seorang santri untuk pergi ke Cirebon, Jawa Barat, guna menamui Kiai Saleh Benda, Kiai Abdullah Panguragan, Kiai samsuri Wanantara, dan Kiai Abdul Jamil Buntet. Keempatnya merupakan sahabat karib Kiai Hasyim. Mereka sengaja didatangkan ke Tebuireng untuk melatih pencak silat dan kanuragan selama kurang lebih 8 bulan. Dengan bekal kanuragan dan ilmu pencak silat ini, para santri tidak khawatir lagi terhadap gangguan dari luar. Bahkan Kiai Hasyim sering mengadakan ronda malam seorang diri. Kawanan penjahat sering beradu fisik dengannya, namun dapat diatasi dengan mudah. Bahkan banyak diantara mereka yang kemudian meminta diajari ilmu pencak silat dan bersedia menjadi pengikut Kiai Hasyim. Sejak saat itu Kiai Hasyim mulai diakui sebagai bapak, guru, sekaligus pemimpin masyarakat. Selain dikenal memiliki ilmu pencak silat, Kiai Hasyim juga dikenal ahli di bidang pertanian, pertanahan, dan produktif dalam menulis. Karena itu, Kiai Hasyim menjadi figur yang amat dibutuhkan masyarakat sekitar yang rata-rata berprofesi sebagai petani. Ketika seorang anak majikan Pabrik Gula Tjoekir berkebangsaan Belanda, sakit parah dan kritis, kemudian dimintakan air do’a kepada Kiai Hasyim, anak tersebut pun sembuh. Luasnya pengaruh Kiai Hasyim Dengan tumbuhnya pengakuan masyarakat, para santri yang datang berguru kepada Kiai Hasyim bertambah banyak dan datang dari berbagai daerah baik di Jawa maupun Madura. Bermula dari 28 orang santri pada tahun 1899, kemudian menjadi 200 orang pada tahun 1910, dan 10 tahun berikutnya melonjak menjadi 2000-an orang, sebagian di antaranya berasal dari Malaysia dan Singapura. Pembangunan dan perluasan pondok pun ditingkatkan, termasuk peningkatan kegiatan pendidikan untuk menguasai kitab kuning. Kiai Hasyim mendidik santri dengan sabar dan telaten. Beliau memusatkan perhatiannya pada usaha mendidik santri sampai sempurna menyeleseaikan pelajarannya, untuk kemudian mendirikan pesantren di daerahnya masing-masing. Beliau juga ikut aktif membantu pendirian pesantren-pesantren yang didirikan oleh murid-muridnya, seperti Pesantren Lasem Rembang, Jawa Tengah, Darul Ulum Peterongan, Jombang, Mambaul Ma’arif Denanyar, Jombang, Lirboyo Kediri, Salafiyah-Syafi’iyah Asembagus, Situbondo, Nurul Jadid Paiton Probolinggo, dan lain sebagainya. Pada masa pemerintahan Jepang, tepatnya tahun 1942, Sambu Beppang Gestapo Jepang berhasil menyusun data jumlah kiai dan ulama di Pulau Jawa. Ketika itu jumlahnya mencapai orang, dan mereka rata-rata pernah menjadi santri di Tebuireng. Hal ini menunjukkan batapa basar pengaruh Pesantren Tebuireng dalam pengembangan dan penyebaran Islam di Jawa pada awal abad ke-20. Karena kemasyhurannya, para kiai di tanah Jawa mempersembahkan gelar ”Hadratusy Syeikh” yang artinya ”Tuan Guru Besar” kepada Kiai Hasyim. Beliau semakin dianggap keramat, manakala Kiai Kholil Bangkalan yang dikeramatkan oleh para kiai di seluruh tanah Jawa-Madura, sebelum wafatnya tahun 1926, telah memberi sinyal bahwa Kiai Hasyim adalah pewaris kekeramatannya. Diantara sinyal itu ialah ketika Kiai Kholil secara diam-diam hadir di Tebuireng untuk mendengarkan pengajian kitab hadis Bukhari-Muslim yang disampaikan Kiai Hasyim. Kehadiran Kiai Kholil dalam pengajian tersebut dinilai sebagai petunjuk bahwa setelah meninggalnya Kiai Kholil, para Kiai di Jawa-Madura diisyaratkan untuk berguru kepada Kiai Hasyim. Bisa dikatakan, Pesantren Tebuireng pada masa Kiai Hasyim merupakan pusatnya pesantren di tanah Jawa. Dan Kiai Hasyim merupakan kiainya para kiai. Terbukti, ketika bulan Ramadhan tiba, para kiai dari berbagai penjuru tanah Jawa dan Madura datang ke Tebuireng untuk ikut berpuasa dan mengaji Kitab Shahih Bukhari-Muslim. Keberadaan Pesantren Tebuireng akhirnya berimplikasi pada perubahan sikap dan kebiasaan hidup masyarakat sekitar. Bahkan dalam perkembangannya, Pesantren Tebuireng tidak saja dianggap sebagai pusat pendidikan keagamaan, melainkan juga sebagai pusat kegiatan politik menentang penjajah. Dari pesantren Tebuireng lahir partai-partai besar Islam di Indonesia, seperti Nahdlatul Ulam NU, Masyumi Majelis Syuro A’la Indonesia, Majelis Islam A’la Indonesia MIAI, serta laskar-laskar perjuangan seperti Sabilillah, Hizbullah, dsb. Pada awal berdirinya, materi pelajaran yang diajarkan di Tebuireng hanya berupa materi keagamaan dengan sistem sorogan[4] dan bandongan..[5] Namun seiring perkembangan waktu, sistem pengajaran secara bertahap dibenahi, diantaranya dengan menambah kelas musyawaroh sebagai kelas tertinggi, lalu pengenalan sistem klasikal madrasah tahun 1919, kemudian pendirian Madrasah Nidzamiyah yang di dalamnya diajarkan materi pengetahuan umum, tahun 1933. Tebuireng Sekarang Menapaki akhir abad ke-20, Pesantren Tebuireng menambah beberapa unit pendidikan, seperti Madrasah Tsanawiyah MTs, Madrasah Aliyah MA, Sekolah Menengah Pertama SMP, Sekolah Menengah Atas SMA, hingga Universitas Hasyim Asy’ari UNHASY, kini IKAHA. Bahkan unit-unit tersebut kini ditambah lagi dengan Madrasah Diniyah, Madrasah Mu’allimin, dan Ma’had Aly, disamping unit-unit penunjang lainnya seperti Unit Penerbitan Buku dan Majalah, Unit Koperasi, Unit Pengolahan Sampah, Poliklinik, Unit Penjamin Mutu, unit perpustakaan, dan lain sebagainya akan dijelaskan kemudian. Semua unit tersebut selain UNHASY, merupakan ikon dari eksistensi Pesantren Tebuireng sekarang. Secara geografis, letak Pesantren Tebuireng cukup strategis, karena berada di tepi jalan raya Jombang-Malang dan Jombang-Kediri. Lalu lintas yang melewati Desa Cukir terbagi dalam tiga jalur. Pertama jalur utara-barat daya yang merupakan lintasan dari kota Jombang menuju Kediri-Tulungagung-Trenggalek melewati Pare. Kedua adalah jalur utara-tenggara yang merupakan lintasan dari kota Jombang menuju Malang melalui kota Batu. Ketiga ialah jalur barat-timur yang merupakan lintasan dari Desa Cukir menuju Kecamatan Mojowarno. Mencari kendaraan umum tidak terlalu sulit di desa ini, karena hampir setiap 2-3 menit sekali, ada mikrolet yang lewat. Pada jalur pertama dan kedua tidak hanya dilalui mikrolet sebagaimana jalur ketiga, melainkan juga dilalui bus dan truk angkutan barang dari Surabaya-Kediri-Tulungagung-Trenggalek lewat Jombang dan Pare. Kondisi seperti ini sudah tampak sejak awal tahun 1990-an, sebagaimana hasil penelitian Imron Arifin 1993. Pada awal tahun 1900-an, penduduk Tebuireng rata-rata berprofesi sebagai petani dan pedagang. Namun sekarang keadaannya sudah berbeda. Mayoritas penduduk Tebuireng kini bekerja sebagai pedagang, pegawai pemerintah dan swasta, dan sebagian lagi berprofesi sebagai guru. Jarang sekali yang berprofesi sebagai petani. Penduduknya rata-rata memiliki sepeda motor. Rumah mereka sudah tergolong bagus, tidak ada lagi yang terbuat dari anyaman bambu gedek seperti pada awal pendirian Pesantren Tebuireng. Pesawat TV yang dulu hanya dimiliki oleh sebagian pegawai Pabrik Gula Tjoekir, kini sudah menghiasi setiap rumah penduduk. Banyak diantara mereka sudah memiliki mobil dan komputer. Ketika buku ini ditulis, suasana sehari-hari di Dukuh Tebuireng lebih ramai dibanding dengan kota kecamatannya, Diwek. Keberadaan Pabrik Gula Tjoekir, Pasar Cukir, Puskesmas dan poliklinik yang melayani rawat-inap, keberadaan Kantor Pos, bank-bank swasta dan pemerintah yang dilengkapi ATM, mengudaranya beberapa pemancar radio, serta banyaknya mini market, toko-toko kelontong, warung-warung dan kedai-kedai yang berjejer di sepanjang jalan, membuat kawasan ini selalu ramai dengan beragam aktivitas. Semaraknya suasana Tebuireng dan sekitarnya, ditopang oleh keberadaan pesantren-pesantren yang tersebar di hampir setiap sudut desa. Suasana kahidupan pesantren sangat terasa di kawasan ini. Setiap hari, orang-orang bersarung, berpeci, dan berjilbab, berlalu-lalang di sekitar jalan raya. Bila lebaran tiba, kawasan Tebuireng dan sekitarnya menjadi sepi karena para santri/siswa pulang kampung mudik. Ini membuktikan bahwa keberadaan santri/siswa merupakan faktor utama yang membuat semarak kehidupan di Tebuireng dan sekitarnya. *** Dari uraian di muka, terlihat jelas bahwa Pesantren Tebuireng memiliki peran yang sangat signifikan, sejak awal berdirinya hingga sekarang. Peran itu dimulai dari perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan RI, perjuangan menyebarkan ajaran agama dan mencerdaskan kehidupan bangsa, pengembangan ekonomi masyarakat dan penguatan civil society. Banyaknya kader-kader terbaik bangsa yang lahir dari lembaga ini, juga merupakan bukti bahwa Pesantren Tebuireng tidak pernah lelah berjuang. Peran vital itu semakin dikukuhkan dengan keikutsertaan para pengasuh dan alumninya dalam percaturan politik nasional. Dua orang tokohnya, Kiai Hasyim Asy’ari dan Kiai Wahid Hasyim, bahkan mendapat gelar pahlawan nasional. Keduanya juga merupakan tokoh pendiri dan penerus perjuangan Nahdlatul Ulama, organisasi Islam terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Salah seorang keturunan Kiai Hasyim, yaitu KH. Abdurrahman Wahid Gus Dur, pernah menjadi presiden keempat Republik Indonesia. Karena itu, tidak berlebihan kiranya bila sebagian masyarakat menyebut Tebuireng sebagai ”Pesantren Perjuangan”. ___________ Versi lain yang menuturkan bahwa nama Tebuireng berawal dari pemberian nama oleh seorang punggawa kerajaan Majapahit yang masuk Islam dan kemudian tinggal di sekitar dusun tersebut. Tanggal pendirian tratak ini dicatat sebagai awal berdirinya Pesantren Tebuireng. Konon, kedelapan orang santri itu dibawa oleh Kiai Hasyim dari pesantren Keras asuhan Kiai Asy’ari. Metode sorogan diterapkan baik bagi santri pemula maupun bagi santri senior. Untuk santri pemula, dilakukan dengan cara maju satu persatu dan menyodorkan kitabnya masing-masing. Lantas gurunya membacakan salah satu kalimat dalam bahasa Arab, kemudian menerjemahkan dalam bahasa setempat dan menerangkan maksudnya. Santri yang mengaji diharuskan menyimak kitabnya sambil memberi tanda tertentu pada kalimat yang baru dibacakan. Metode sorogan untuk pemula ini biasanya dilaksanakan oleh santri senior pembantu Kiai, yang disebut qori’ atau badal. Sedang untuk santri senior, metode sorogan lazim diterapkan untuk pengajian yang bersifat khusus. Caranya, santri yang bersangkutan menghadap kiai sambil membawa kitab yang akan dibaca. Kiai hanya tinggal menyimak dan meluruskan bacaan yang salah, serta memberikan komentar bila diperlukan. Metode ini cukup efektif untuk memacu kemajuan santri dalam hal penguasaan kitab klasik.
OTHERPLACES NEAR PONDOK PESANTREN TEBU IRENG, JOMBANG JATIM. Pondok Pesantren Tebu Ireng, jombang jatim. 0.00 Miles Away; Kawasan Racing Balongpanggang 0.07 Miles Away; Pom bensin,balongpanggang 0.08 Miles Away; Pasar Hewan 0.08 Miles Away; Sdn Delik Sumberbenjeng 0.09 Miles Away; Kampus Cruew 81
– informasi mengenai persyaratan guna pendirian pondok pesantren di Kementerian Agama beserta ketentuan syarat serta administrasi dan kelengkapan bangunan termasuk keberadaan kyai dan jumlah minimal santri. Dalam persyaratan pendirian pondok pesantren ini mengacu kepada KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM NOMOR 3408 TAHUN 2018 TENTANG PETUNJUK TEKNIS IZIN OPERASIONAL PONDOK PESANTREN. SK ini berfungsi sebagai pedoman izin pendirian pondok pesantren yang berbentuk Izin Operasional. saat ini persyaratan dimaksud sudah tidak berlaku dan digantikan dengan persyaratan yang ada dalam KMA terbaru, silakan anda baca ketentuan anyar pada Syarat Pendirian Pondok Pesantren menurut PMA no 30 tahun 2020 syarat-kelembagaan-pendirian-pondok-pesantren Selain sebagai patokan dalam aturan pendirian, juga termaktub tentang cara perpanjangan beserta proses pencabutan izin operasional yang telah dikeluarkan akan tetapi di perjalanan waktu lembaga diketahui tidak memenuhi syarat baik karena adanya aduan masyarakat ataupun hasil pantauan pihak Kemenag Persyarat Lembaga Untuk lembaga pondok pesantren, ada ketentuan dan batasan yang sudah digariskan mengenai berapa jumlah minimal santri, keberadaan kyai, mushola/masjid/tempat ibadah maupun asrama. Untuk lebih lengkapnya persyaratan secara kepondokan adalah sebagai berikut Izin operasional pondok pesantren dapat diberikan kepada lembaga yang memenuhi persyaratan 1. Menyelenggarakan pondok pesantren; 2. Memiliki unsur pesantren arkanul ma’had yang meliputi kyai atau sebutan lain sejenis, santri mukim minial 15 orang, pondok atau asrama pesantren, masjid atau mushalla, memiliki kajian kitab kuning atau dirasah islamiyah dengan pola pendidikan mu’allimin. 3. bukti kepemilikan tanah milik atau wakaf sesuai kedudukan pesantren, atas nama pengasuh pesantren atau lembaga/yayasan 4. akta notaris berikut keputusan pengesahan dari khusus bagi bagi pesantren sebagai penyelenggara pendidikan semisal MTs, MI SLTP PPS Wajardikdas dll, nomor pokok wajib pajak 5. NPWP yang masih berlaku khusus bagi bagi pesantren sebagai penyelenggara pendidikan semisal paket B, Madrasah Aliyah Ma’had Aly dll. 6. Mengembangkan jiwa atau karakteristik pesantren ruhul ma’had yang meliputi Jiwa NKRI dan Nasionalisme, Jiwa Keilmuan, Jiwa Keikhlasan, Jiwa Kesederhanaan, Jiwa Ukhuwah/Persaudaraan, Jiwa Tolong-Menolong/ta’awan ala al-birri wa al-taqwa, Jiwa Kemandirian, Jiwa Bebas, dan Jiwa Keseimbangan. 7. Berkomitmen dalam pencapaian tujuan umum pesantren yang sejalan dengan visi, misi, dan tujuan pembangunan nasional. Syarat administrasi dan dokumen pengajuan proposal kelengkapan-administrasi-pendirian-pondok-pesantren Adapun persyaratan administrasi yang perlu dilampirkan pada saat mengajukan pendirian ke Kantor Kementerian Agama adalah a. Asli Surat Permohonan Izin Operasional Pondok Pesantren yang ditandatangani oleh kyai/pengasuh pesantren. b. Asli Formulir Pengajuan Izin Operasional Pondok Pesantren yang telah diisi lengkap dan ditandatangani oleh kyai/pengasuh pesantren. c. Asli Surat Pernyataan yang menyatakan komitmen untuk menyelenggarakan pondok pesantren sekurangnya sebagaimana ketentuan umum. d. Salinan bukti kepemilikan tanah milik atau wakaf sesuai kedudukan pesantren, atas nama pengasuh pesantren atau lembaga/yayasan yang mengusulkan izin operasional pondok pesantren. e. Asli surat keterangan domisili dari kantor kelurahan/desa sesuai dengan kedudukan pesantren. f. Khusus bagi pesantren sebagai penyelenggara pendidikan, memiliki legalitas hukum yang sah baik berupa yayasan atau lainnya yang dibuktikan dengan akta notaris berikut keputusan pengesahan dari kementerian yang berwenang, serta nomor pokok wajib pajak NPWP yang masih berlaku yang salinannya juga disertakan sebagai bagian dari Dokumen Pengusulan. Selanjutnya setelah semua persyaratan baik dari segi kondisi fisik dan situasi pondok pesantren dan dokumen pengajuan lengkap, dibawa ke Kantor Kementerian Agama guna ditindaklanjuti proses sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Demikian persyaratan mengenai pendirian pondok pesantren yang jika disetujui pendiriannya akan mendapatkan izin operasional, nomor statistik serta piagam. Demikian semoga ada manfaatnya.
utWS. znn7ooty9o.pages.dev/398znn7ooty9o.pages.dev/40znn7ooty9o.pages.dev/258znn7ooty9o.pages.dev/260znn7ooty9o.pages.dev/92znn7ooty9o.pages.dev/54znn7ooty9o.pages.dev/110znn7ooty9o.pages.dev/52znn7ooty9o.pages.dev/325
peraturan pondok pesantren tebu ireng